By: Neysha Namira
Bulan Dzullhijjah, tepat saat musim haji tiba.
Sekolahku seperti biasa mengadakan acara manasik haji yang diikuti oleh semua
siswa. Kami memakai baju ikhrom yang berwarna putih. Jika dilihat dari
kejauhan, persis seperti gumpalan awan yang berjalan jalan.
“Alhamdulillah,
akhirnya aku bisa mengikuti manasik haji lagi, semoga suatu saat nanti aku bisa
berhaji beneran di tanah suci” kataku sembari berharap agar mimpiku pergi ke Makkah
bisa terwujud.
“LABBAIKA
ALLAHUMMA LABBAIK, LABBAIKA LAA SYARIKA LAKA LABBAIK, INNAL HAMDA WAN NI’MATA
LAKA WALMULK. LAA SYARIKA LAK” gemuruh do’a kami seraya mengelilingi ka’bah
mini yang tertancap di depan sekolahku, tak lupa aku kembali berharap agar
mimpiku ke tanah suci dikabulkan oleh Allah.
Hari semakin panas, rukun haji satu persatu
berhasil kulaksanakan. Walau capek dan tubuhku penuh dengan keringat namun
hatiku bahagia.
“ma
kapan-kapan kita berhaji ya!” kataku tiba tiba.
“insyaallah..makanya
kamu harus rajin berdoa dan jangan telat sholatnya” jawab mama sambil menggandeng tanganku.
“iya
ma”kataku singkat.
Sesampainya dirumah, kubuka kamarku dengan
semangat. Kupandangi kalender bergambar ka’bah yang menggantung di sisi kanan
jendela kamarku. Sepertinya mimpiku ke tanah suci benar benar mendarah daging,
dan aku berharap semua menjadi nyata, tetapi aku tidak tahu apakah orang tuaku
punya uang atau tidak.
Tanpa berpikir panjang ku temui orang tuaku yang
berada di dekat kolam ikan sambil
duduk bersantai.
“Ma...Pa...
kapan kita berhaji?”
kataku sambil mendekati mereka.
“ha2…ha…dek-dek kamu ini mimpi ya?.. ya semoga lah
nanti kalau papa punya uang kita pasti
kesana” kata papa gembira.
“Aku
ingin melihat kakbah pa, soalnya waktu aku manasik haji di sekolah tadi aku
berpikir untuk kesana, boleh nggak paa.. maa? Kesana itu butuh uang banyak
yaa?” kataku menyerang.
“ya
iyalah dek, untuk kesana tidak hanya butuh uang tapi juga perlu niat yang ihlas
“kata Papa ceramah kepadaku.
“Benar
itu” sahut mama
singkat.
“ikhlas itu apa sih pa?” kataku binggung.
“ikhlas
itu beribadah semata-mata hanya karena Allah, bukan karena yang lain atau bukan
hanya pengen lihat kakbah saja” mama menambahi.
“oke
deh ma, nanti aku akan sering berdoa semoga kita bisa lekas pergi ke sana”
jawabku berharap.
Aku langsung pergi meninggalkan papa dan mama. Aku ke kamar untuk menelpon
Yasmin karena orang tuanya sudah berhaji dan berumroh. Oh ya Yasmin itu teman kelas satu ku di sekolah yang sama.
“Halo..
Bisa bicara dengan Yasmin?”
“Iya ini Yasmin, oh ini Neisya
ya, iya Neisya ada apa?”
“Iya min.. Aku boleh ke
rumahmu nggak? Aku mau bicara susuatu nih, tunggu 5 menit ya, aku akan sampai ke rumahmu!”
“Oke, sampai bertemu
ya!”
Aku berangkat ke rumah Yasmin dengan
menaiki sepeda ontel pinkyku. Tak lupa aku berpamitan dengan orang tua ku dan berjabat tangan dengan mereka. Rumah Yasmin tak begitu jauh dari rumahku
“Tok..Tok..Tok..
Assalamu’alaikum Yasmin ini aku Neisya!” teriakku dari pintu gerbang.
“Iya
tunggu sebentar ya!” teriak Yasmin dari dalam
rumah.
Tak lama kemudian Yasmin membukakan pintu lalu keluar menemuiku. Kemudian aku diajak pergi
ke kamar Yasmin yang indah nan bagus, lalu ku ceritakan semua yang ku inginkan.
“Oh..
masalah itu to, seingatku
orangtuaku menabung dan tidak lupa berdo’a.. terus lama-kelamaan kita bisa berangkat ke Makkah
deh” kata Yasmin kepadaku memberi tahu tips pergi ke Makkah, Arab Saudi.
“ Jadi harus menabung dan berdoa ya?..”
kataku menegaskan.
“Ya insyaallah begitu” jawab Yasmin. Setelah mengobrol dengan Yasmin agak lama, kemudian
aku perpamitan dan kembali ke rumah.
####
Setiap habis sholat
tak lupa ku berdoa. Berdoa agar papa dan mamaku diberi rizki supaya kami bisa
pergi ke Makkah. Hal itu ku lakukan sampai berminggu-minggu dan bahkan
berbulan-bulan .
Di suatu Sore saat
aku mau bermain keluar rumah tiba-tiba ada
seseorang yang mengambil mobil papaku.
“Lololo, pak ada apa..kok
mobil papa saya diambil?!” Kataku marah ke bapak yang
mengambil mobil papaku.
“Sudah nak.. Nanti papa
dan mama akan bicarain semua!” kata papa menjelaskan.
“tapi kan itu mobil papa, kok diambil
bapak itu?” tanyaku bingung.
“iya karena mobil itu bukan milik papa
lagi” jawab papa mengagetkanku.
“maksudnya mobil itu di jual pa?”
“ya sudah kita masuk ke dalam dulu ya,
nanti papa jelaskan semua” kata papa sambil menggandengku masuk ke dalam rumah.
Setelah kami masuk rumah, papa dan mama menjelaskan semuanya.
“papa dan mama sudah memutuskan untuk menjual mobil itu.
Nanti uangnya bisa kita gunakan untuk pergi ke Makkah” jelas papa.
“Terus kita tidak punya mobil lagi
dong pa?”
“Iya benar, itu piihannya. Kalau kita
mau ke Makkah berarti kita harus menjual mobil. Sekarang kamu pilih mana punya
mobil atau pergi ke Makkah?” tanya mama serius.
“Aku pilih ke Makkah ma, entar kalau
mobil kan bisa dicari lagi. Dan nanti ketika di Makkah aku akan berdoa sama
Allah, agar Dia mengembalikan mobil kita” jawabku polos.
“Ha.haa..kamu pinter gitu lo dek” sahut
papa senang.
“Tapi ingat ke Makkahnya bukan untuk
minta mobil lo, tapi ikhlas hanya untuk beribadah ke pada Allah” terang mama.
“ya ma Nesha mengerti” jawabku singkat.
Detik cepat berlalu, tak terasa
orang tuaku mendaftar untuk pergi ke Makkah, Arab Saudi. Kami mendaftar umrah untuk beberapa hari, karena
uang kami tidak cukup untuk berhaji. Setelah mengurus ini dan itu untuk
keperluan umrah, pada hari jumat kami bersama rombongan yang lain akhirnya
pergi ke Makkah.
Setelah
menempuh perjalanan
beberapa jam kami pun akhirnya sampai di tanah suci. sungguh tidak bisa
diungkapkan dengan kata-kata saat pesawat turun
rasanya seperti mimpi aku dan keluargaku bisa pergi ke Makkah. Ku lihat papa
dan mama bersimbah air mata demikian juga semua orang yang berada di sekitarku.
“kenapa mama dan papa menangis?”
tanyaku lugu.
“ndak papa sayang. Papa dan mama hanya
senang karena bisa ke tempat indah ini” jawab mama lembut.
“nanti kita akan bertemu Allah ya ma?”
cletukku membuat mama tersenyum.
“iya sayang, Allah akan berada di hati
orang-orang yang mengunjungi tempat ini” lanjut mama sembari mengusap air
matanya.
Selama di Makkah
kami mengunjungi kakbah dan tempat-tempat bersejarah lainnya yang berada di
kota Makkah dan Madinah. Ku lihat semua jamaah senang dan gembira termasuk mama
dan papaku. Dari awal hingga akhir perjalanan, kedua orang tuaku sering
menangis dan selalu berdoa. Aku tidak mengerti apa yang dirasakan orang dewasa,
aku hanya bisa berdoa semoga keduanya selalu ditolong dan dicukupi oleh Allah.
Setelah 10 hari berada di tanah suci akhirnya semua jamaah pulang ke
tanah air. Kami di sambut oleh keluarga dengan suka cita. Walau kini papaku
tidak punya mobil lagi, tapi aku bahagia karena mimpiku pergi ke Makkah bisa
terwujud.
Hari demi hari kami
lalui seperti biasa, nyaris tak banyak berubah. Namun aku merasakan semakin
bersemangat dalam beribadah. Mungkin pengaruh umrah bulan lalu yang masih terasa
dampaknya. Papa ku lihat tampak lebih rajin ke masjid Al-firdaus yang tak jauh
dari rumahku. Mama juga tak lepas dari Al-quran yang ia baca setelah sholat. Keluargaku
semakin tampak bahagia.
Allah sungguh Maha
Pengasih terhadap hamba-hambanya. Setelah beberapa bulan kepergian kami ke Makkah,
kini rezeki mama dan papaku bertambah banyak. Kami juga sudah punya mobil lagi,
yang mereknya jauh lebih bagus dari punya papa yang pertama. Bahkan tidak hanya
itu, saat aku sekarang sudah kelas 5 SD papa sudah berhasil membuka show room
mobil bekas yang ia rintis sejak kami pulang
umrah dulu, letaknya persis di depan pekarangan rumah kami. Benar-benar ini
rezeki dari Allah. Berawal dari satu mobil yang kami gunakan untuk beribadah
kepada-Nya kini Allah membalasnya dengan puluhan kali lipat lebih banyak.
Sekarang kami sudah sangat rindu ingin pergi ke Makkah lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar